Mojokerto – suaraharianjatim.com : Hadi Purwanto, S.T., S.H., selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Djawa Dwipa dan Lembaga Kajian Hukum (LKH) Barracuda, menghadirkan sejumlah saksi untuk memberikan keterangan mengenai aksi demo warga Desa Sawo, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto yang diikuti dugaan penganiayaan terhadap operator excavator CV. RF Bersaudara, Muhammad Aris, pada Jumat, 13 September lalu.
Dalam kesempatan tersebut, Hadi mengajak awak media untuk mendengarkan langsung kesaksian dari pihak operator, pembantu operator, dan koordinator lapangan yang dihadirkan saat ini di kantornya Desa Banjarsari, Dlanggu Selasa (8/10) sore.
“Ini adalah kesaksian asli, Anda dengar sendiri. Pelemparan itu memang terjadi, sehingga Anda bisa menyimpulkan sendiri terkait pemberitaan tadi malam,” ujar Hadi.
Hadi juga menjelaskan bahwa CV. RF Bersaudara telah memiliki izin pertambangan, yaitu Izin Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dengan Kode WIUP: 2235165402023042 dan IUP Eksplorasi dengan Nomor Izin: 17062200642070003. Lokasi pertambangan berada di Desa Karangdiyeng dan Desa Sawo, Kecamatan Kutorejo, dengan luas area 6,43 hektar untuk komoditas kerikil berpasir alami (sirtu), yang izinnya diterbitkan pada 25 September 2023.
“Jadi, kami memiliki hak untuk menata jalan dan membersihkan rumput di lahan kami sendiri, sebagai persiapan kegiatan pertambangan sambil menunggu IUP Operasi Produksi diterbitkan,” tegas Hadi.
Muhammad Aris, dalam kesaksiannya, menceritakan bahwa ketika ia sedang memperbaiki jalan menuju lahan galian milik CV. RF Bersaudara di Desa Sawo, dua orang mendatanginya dan mengancam akan membunuh serta membakar excavator jika ia tidak meninggalkan lokasi.
“Saat saya memperbaiki jalan dan membersihkan rumput di lahan milik Pak Anwar, dua orang dengan kaos merah dan putih tiba-tiba datang dan mengancam akan membunuh saya serta membakar excavator jika saya tetap memperbaiki jalan. Beberapa menit kemudian, puluhan warga datang berteriak ‘bakar, bakar, bunuh, bunuh’ sambil melempari excavator dengan batu dan bata,” jelasnya.
Muhammad Aris juga menambahkan bahwa beberapa warga yang emosi mengeroyoknya. Mereka naik ke ruang operator dan mencekik lehernya sambil terus meneriakkan ancaman pembunuhan dan pembakaran.
“Belasan orang naik ke ruang operator excavator dan mencekik leher saya hingga saya terangkat dari tempat duduk. Yang lainnya terus berteriak ‘bakar, bakar, bunuh, bunuh’. Saya dicekik cukup lama sampai merasakan sakit, dan ini bekas cekikan di leher saya,” lanjutnya sambil menunjukkan bekas luka di lehernya.
Ifan Susanto, pembantu operator, juga mengonfirmasi adanya serangan dari warga yang mengancam akan membakar dan membunuh operator excavator.
“Saya berada di sebelah kiri Aris dan juga menjadi sasaran amukan warga yang tiba-tiba datang. Mereka melempari excavator dengan batu dan bata, sambil mengancam akan membakar dan membunuh,” ujar Ifan.
Akhiyat, koordinator lapangan CV. RF Bersaudara, juga memberikan kesaksian serupa. Menurutnya, warga yang datang tidak hanya terdiri dari laki-laki, tetapi juga perempuan dan anak-anak.
“Warga yang demo datang secara tiba-tiba, setelah diumumkan melalui pengeras suara. Saya tidak tahu akan ada demo warga, mereka datang mendadak dan mulai melempar batu serta mengancam akan membakar dan membunuh operator excavator,” ungkap Akhiyat.
Sementara itu, Sumartik, memberikan klarifikasi bahwa dalam aksi demo tersebut tidak ada tindakan anarkis atau penganiayaan terhadap operator excavator.
“Warga Desa Sawoan memang kompak menolak keberadaan galian C, tetapi tidak ada warga yang mencekik operator atau mengancam akan membakar dan membunuhnya. Mereka hanya meminta operator pergi,” jelas Sumartik.
Sumartik juga membantah tuduhan bahwa dirinya adalah provokator dalam demo tersebut. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak berada di lokasi saat kejadian.
“Saya dituduh sebagai provokator, padahal saya tidak ada di lokasi saat kejadian. Silakan tanyakan warga, saya sama sekali tidak ada di sana,” tegas Sumartik.
Ia menambahkan bahwa warga Desa Sawoan telah lama menolak kehadiran pengusaha yang ingin melakukan kegiatan penambangan di wilayah mereka.
“Dua tahun lalu, sebelum saya mendampingi warga, sudah ada gejolak penolakan. Warga kompak dan menolak pengusaha yang mencoba masuk. Lima bulan lalu pun, ada pengusaha yang berusaha masuk, tapi diusir oleh warga,” tutupnya. *ds